LAUTAN ILMU

Minggu, 09 Februari 2014

Tafsir al-Baidhawi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam studi Al-Qur’an, nama Al-Baidawi dikenal sebagai salah seorang mufassir yang cukup terkenal dengan kitab tafsirnya Anwar Al-Tanzil wa Asrar Al-Ta’wil. Kitab ini sangat popular baik di kalangan umat Islam maupun non-Islam (baca: Barat).
Maka dari itu kami selaku penulis berinisiatif mengulas mengenai kitab tafsir tersebut, walaupun topik ini beranjak dari amanah dosen pembimbing yang mengajarkan mata kuliah kami.

B.     RUMUSAN MASALAH

a.       Siapakah yang disebut al-Baidawi ?
b.      Apa yang melatarbelakangi al-Baidawi menulis kitab tafsir ?
c.       Bagaimana metode penafsiran al-Baidawi ?



BAB II
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP
Nama  lengkapnya adalah Imam Abdullah bin Umar bin Muhammad bin Ali ad-syairazi, Abu Said Abu al-Khair Nasiruddin al-Baidhawi, berasal dari sebuah desa bernama Baidho’ bagian dari negara Persia (Iran). Beliau wafat pada tahun 685 H/1282 M), mengenai tahun kelahiran beliau, ulama belum menemukannya baik waktu dan tempatnya. Ia  adalah anak dari seorang hakim agung di Fars (Iran Barat daya) di bawah Attabeg (gelar pejabat militer bani Seljuk) yaitu Abu Bakar bin Sa’ad (613-658 H/1226-1260 M). Ia adalah seorang hakim agung, pakar dibidang bahasa arab, seorang yang ahli debat dan etika berdiskusi di Syiraz. Kemudian menetap di Tabriz sampai wafatnya .[1] Ia sendiri juga seorang yang amat alim,seorang ahli tafsir, fiqhi, ushuluddin, bahasa arab dan mantiq.[2] Menyusun banyak buku-buku tentang ilmu pengetahuan, dia dengan mudah meraih pangkat itu setelah membuktikan kepandaian dan kejeniusannya. Di antara karya-karyanya di bidang ilmu pengetahuan yang paling terkenal adalah tafsir Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, tafsir ini lebih dikenal dengan tafsir al-Baidhawi. Dan dia juga mengarang buku mengenai syari’ah, fiqih, teologi skolastik dan tata bahasa. Karya-karyanya itu secara umum bukanlah tulisan asli, melainkan berdasarkan tulisan-tulisan para penulisan lain. Dan dia dikenal juga karena keringkasannya dengan cara menggabungkan berbagai ilmu-ilmu yang sudah ia pelajari. Akan tetapi karya-karyanya itu dianggap cacat karena kurang lengkap dan juga disalahkan karena ketidaksamaan. Di antara karya-karyanya yang dikomentari oleh  penulis lain adalah kitab Minhaj al-Wusul ila ilmu usul. Karangan ini diterbitkan pada tahun1316, dan dikomentari oleh Abdur Rahman bin al-Isnawi, buku tentang metafisika yaitu Tawali al-Anwar min Matali al-Anzar  karya ini dikomentari oleh Mahmud bin Abdurrahman al-Isfahani.[3] Dan masih banyak lagi karya-karya al-Baidhawi yang dikomentari oleh penulis-penulis lain. Inilah suatu bukti bahwa kelemahan karya-karya al-baidhawi terletak pada keringkasan karya-karyanya. Namun di lain sisi, itu juga yang menjadi kelebihannya, karena keringkasannya, membuat mudah pembaca dalam membaca karya-karya al-Baidhawi dan didukung oleh kemampuan bahasa yang dimiliki oleh al-Baidhawi, dan diakui oleh banyak mufassir di zamannya dan zaman sesudahnya. Membuat pembaca lebih mudah memahaminya. Dia juga banyak mendapat pujian-pujian diantaranya adalah, Ibnu Suhbah berkata dalam kitab Tabaqatnya, ”ia banyak karangan, ulama terkemuka negeri azerbaijan, guru dan syaikh daerah itu”. Imam Subki juga berkata ” Dia adalah imam yang jeli, ahli debat, saleh dan ahli ibadah”. Ibnu Habib juga berkata ”Para imam juga telah menguji karangan-karangannya, sekiranya dia tidak memiliki selain metodologi yang ringkas detail lafaznya itu saja sudah cukup”.[4]
B. LATAR BELAKANG PENULISAN
          Kitab tafsir al-Baidawi dinamainya sendiri dengan Anwar al-Tanzil Wa Asrar al-Ta’wil. Hal ini tampak dalam dari pernyataan beliau sendiri sebagaimana terdapat dalam pengantar tafsirnya sebagaimana dikutip oleh al-Dzahabi:
“Setelah melakukan shalat istikharah, saya memutuskan untuk melakukan apa yang telah saya niatkan, yaitu mulai menulis dan menyelesaikan apa yang telah saya harapkan. Saya akan menamakan buku ini, setelah selesai penulisannya, dengan Anwar al-Tanzil Wa Asrar al-Ta’wil”.
Al-Baidawi menyebutkan dua alasan yang mendesaknya untuk menulis buku ini. Pertama, bagi al-Baidawi, tafsir dianggap sebagai ilmu yang tertinggi di antara ilmu-ilmu agama yang lain. Kedua, melaksanakan apa yang telah diniatkan sejak lama yang berisi tentang fikiran-fikiran terbaik. Setelah merasa mampu melakukan cita-cita itu, mulailah ditulis kitab tafsir Anwar al-Tanzil Wa Asrar al-Ta’wil tersebut. Dalam penulisan tafsirnya, beliau dibimbing oleh gurunya, Syaikh Muhammad al-Khata’I, ulama yang menyarankan al-Baidawi untuk mundur dari jabatannya sebagai hakim agung. Penulisan kitab tafsir inipun dikaukan secara ringkas, tanpa menguraikannya secara panjang lebar.[5]
C. MAZHAB FIQHI DAN TEOLOGI
             Mazhab fiqhi yang dianut oleh Al-Baidhawi adalah mazhab Syafi’i. Hal ini dibuktikan dengan penafsirannya tentang cara membasuh kepala, apakah semuanya ataukah sebagian saja. Al-Baidhawi menafsirkan ayat
 وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ
Dengan kata ”Ba” berarti ”Ba Mazidah” atau sebagian.[6]  Berarti menurut Al-Baidhawi dalam membasuh kepala hanya sebagian dari kepala saja (sah) namun lebih baik membasuh semuanya, hal ini bersinergi dengan pendapat dari Imam Syafi’i.
             Sedangkan Mazhab teologi yang dianut oleh Imam Al-Baidhawi adalah Asy’Ariyah hal ini dibuktikan dengan penafsirannya tidak mengambil pendapat dari Al-Kasysyaf yang berbau Mu’tazilah. Dan juga dibuktikan dengan penafsirannya dalam surat Al-Qiyamah ayat 23
   إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Al-Baidhawi menafsirkan ayat ini bahwa manusia akan melihat langsung Tuhannya.[7] Hal ini sejalan dengan pendapat dari Asy’Ariyah.
D. METODE PENAFSIRAN AL-BAIDHAWI
Anwar at-Tanzil wa Asrar at’Ta’wil, itulah judul dari tafsir yang ditulis oleh al-Baidhawi, dan lebih dikenal dengan tafsir al-Baidhawi. Tafsir ini merupakan salah satu kitab yang populer di dunia Islam, yang memiliki banyak manfaat, gaya bahasa yang indah, perumpamaan yang manis, dan banyak diminati para  pakar dan cendekiawan terkemuka untuk mengkaji dan memberi catatan pinggir (komentar) terhadapnya, hingga tercatat sebanyak 83 buah kitab yang berisi hal itu. Dan, kitab yang terkenal memberikan catatan pinggir terhadap Tafsir al-Baidhawi di antaranya adalah catatan pinggir Syekh Zadah dan Syihab al-Khaffaji (‘Inâyat al-Qâdhi).[8]
Karyanya ini merupakan ringkasan dari tafsir al-Kasysyaf  karya az-Zamakhsyari. Namun al-Baidhawi tidak mengikuti pemikiran-pemikiran dari az-Zamakhsyari yang bernuansa Mu’tazilah karena al-Baidhawi seorang yang bermazhab asy’ariyah. Kitab ini tidak terhindar dari hadis-hadis dha’if atau palsu, dan cerita israiliyat (walau sedikit sekali) pada pembahasan akhir surat tentang keutamaannya. Isinya dibuat semodel ringkasan (ikhtishâr), mengandung berbagai pemikiran, pandangan-pandangannya diarahkan pada banyak dimensi gramatika bahasa, fiqh, dan ushul yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran, dan begitu juga dari sudut pandang bacaan (qirâat) dan makna intrinsik ayat (isyârât), serta mengkombinasikan antara tafsir dan takwil berdasarkan kaidah-kaidah bahasa dan syar’i. Metode penafsirannya dibuat sebagaimana umumnya kitab-kitab tafsir, menyebutkan nama surat, mengaitkan dengan konteks turunnya, baru menafsirkan ayat demi ayat, serta mengangkat hadis tentang keutamaannya pada akhir surat tersebut. [9]
Pemilik kitab al-Kasyaf adz-Dzunnun berkata, ”Tafsir al-Baidhawi adalah kitab yang mulia, tidak butuh penjelasan lagi, ia merangkum dari kitab al-Kasyaf, yang berkaitan dengan i’rab, ma’ani, dan bayan. Dari tafsir kabir karya ar-Razi dia merangkum yang berkaitan dengan hikmah dan ilmu kalam, dari tafsir al-Raghib yang berkaitan dengan pengambilan kata dan rumitnya kebenaran-kebnaran serta kehalusan isyarat. Ia menghimpun kerangka-kerangka pemikirannya dengan rasional. Dengan demikian, tersingkaplah kotoran keraguan dari rahasia-rahasia, dan ilmu semakin bertambah luas. Oleh karenanya, Maulana al-Munsyi berkomentar ”Para cendekiawan tidak datang, dengan menyingkap cadar (Qina’) dari apa yang dibaca, tetapi al-Baidhawi memiliki tangan yang putih berkilau tanpa cacat, karena ia orang yang menguasai medan kemahiran bicara.[10]
Tafsir al-Baidhawi adalah tafsir ra’yu, karena, dalam menafsirkan  dia sangat memperhatikan hadis-hadis yang berasal dari Rasulullah dan sangat waspada terhadap riwayat-riwayat yang dha’if dan maudhu’.Berpegang pada ucapan sahabat Nabi, karena apa yang mereka katakan, menurut peristilahan hadis hukumnya mutlak marfu’ (shahih atau hasan), khususnya yang berkaitan dengan asbabunnuzul, dan berpegang pada kaidah bahasa arab dan berpegang pada maksud ayat, dan harus terjamin kebenarannya menurut aturan dan hukum syara’.[11]
Al-Baidhawi sangat menaruh perhatian kepada penyajian dalil-dalil berdasarkan pokok-pokok pemikiran ahlus-sunnah wal jama’ah, di samping perhatiannya kepada kaidah-kaidah bahasa (arab). Tapi ia tidak selalu tetap dalam meriwayatkan hadis-hadis pada akhir tiap surah untuk menjelaskan keutamaannya. Sebagian besar hadis-hadis yang diriwayatkan bukan hadis-hadis sahih.
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
a.       Kelebihannya:
                                  i.            Merupakan ringkasan dari kitab tafsir al-Kasysyaf, sehingga dengan keringkasannya memudahkan pembaca dalam membaca kitab tersebut.
b.      Kekurangannya:
                                i.            Adanya kisah-kisah Israiliyat, seperti:
Ø    Kisah Talut dan Jalut (al-Baqarah 2: 248). Tafsiran ini jelas menunjukkan terdapatnya unsur-unsur Israiliyat. Ini dapat dilihat menerusi tafsiran ayat yang dilakukan oleh pengarang mengenai kerajaan Talut. Dalam al-Qur’an, Allah swt ada menceritakan kerajaan Talut dan peti Tabut. Peti Tabut ini diceritakan sebagai tempat menyimpan kitab Taurat, tetapi tidaklah sampai kepada mempunyai segala nama dan rupa nabi-nabi dari Adam as hingga Musa as.[12]
                             ii.            Adanya pembuangan sanad pada periwayatan. Contohnya pada surah al-Nas.
عن النبي صلى الله عليه وسلم « من قرأ المعوذتين فكأنما قرأ الكتب التي أنزلها الله تبارك وتعالى » .




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian mengenai tafsir al-Baidawi di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
1.      Al-baidawi adalah seorang ahli tafsir yang memiliki kitab tafsir yang ia namakan Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil.
2.      Al-Baidawi menyebutkan dua alasan yang mendesaknya untuk menulis buku ini. Pertama, bagi al-Baidawi, tafsir dianggap sebagai ilmu yang tertinggi di antara ilmu-ilmu agama yang lain. Kedua, melaksanakan apa yang telah diniatkan sejak lama yang berisi tentang fikiran-fikiran terbaik.
3.      Metodologi tafsir al-Baidawi, yaitu:
                                                              i.      Sumber: bil-ra’yi.
                                                           ii.      Bentuk: Tahlili
                                                         iii.      Corak  : bahasa, fiqhi, dan teologi. 

B.     Implikasi
Demikianlah pembahasan tafsir al-Baidawi yang sempat kami paparkan pada makalah ini dan kami sadar bahwa banyak terdapat berbagai macam kesalahan baik itu mengenai penulisan dan penyusunan kata yang membuat para pembaca kurang jelas untuk memahami makna tersebut.
Maka dari itu, silahkan memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun apabila didalam pemaparan kami terdapat berbagai kesalahan, sebagai suatu pembelajaran bagi kami supaya ke depannya bias lebih baik lagi



DAFTAR PUSTAKA
Al-Baidhawi. Anwar Tanzil wa Asrarut Ta’wil
Dewan redaksi, Ensiklopedi Islam. Cet 4. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta. 2002
Tim Pustaka Firdaus, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Dr.Subhi Shalih. Cet 10. Pustaka Firdaus:Jakarta.2008
Syahdianor dan Saleh,Faisal, Metodologi Tafsir (Kajian konfrehensif metode para ahli tafsir Prof. Dr. Mani’ Abd Halim Mahmud). PT Grafindo Persada:Jakarta.2003
www.Pusat Studi Al-Qur’an.com




[1]. Dewan redaksi, Ensiklopedi Islam. Cet 4. PT. Ichtiar Baru Hoeve. Jilid I :Jakarta.2002. h. 220
[2]  Syahdianor dan Saleh,Faisal, Metodologi Tafsir (Kajian konfrehensif metode para ahli tafsir Prof. Dr. Mani’ Abd Halim Mahmud). PT Grafindo Persada:Jakarta.2003. h.112

[3]   Lihat Dewan redaksi,  op.cit. h.220

[4] Lihat Syahdianor dan Saleh, Faisal. Op.cit h. 112
[5]   http://desyahid.blogspot.com/2010/01/pemikiran-tafsir-anwar-al-tanzil-wa.html
[6]  Al-Baidhawi . Anwarut Tanzil Wa Asraru Ta’wil. Jilid. 2 h. 49
[7]  Ibid Jilid 5. h 350
[8]  Pusat Studi Al-Qur’an. 2003
[9] Ibid
[10]   Lihat Syahdianor dan Saleh, Faisal. Op.cit h. 114
[11]  Tim Pustaka Firdaus, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Dr.Subhi Shalih. Cet 10. Pustaka Firdaus:Jakarta.2008. h. 416
[12] http://www.ukm.my/~penerbit/jurnal_pdf/jis26-02.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar